Senin, 22 Maret 2010

Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirraahiim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi … Sesungguhnya penulis tidak mengerti apa-apa, tidak bisa apa-apa serta tidak memiliki apa-apa. Jangankan kepandaian, kebodohan pun bukan milik penulis. Penulis tidak bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan benar, oleh karena penulis memang tidak pernah mengikuti pendidikan keagamaan secara formal dan juga tidak pernah mengikuti pendidikan pesantren secara khusus.

Tulisan ini pun hanya sekedar kumpulan catatan apa yang pernah penulis dengar dari orangtua ( almarhum ), dari beberapa sesepuh dan dari para pembimbing ruhani lainnya, kemudian disesuaikan dan diperbandingkan dengan tinjauan beberapa kepustakaan yang pernah penulis baca dan jumlahnya pun tidak banyak. Oleh karena itu, tulisan ini banyak sekali kekurangannya, sangat jauh dari apa yang dikatakan baik, apalagi sempurna. Tulisan ini disusun sejak Januari 1996 atas saran teman-teman dari SMA Negeri Kuningan, setelah acara Reuni pada tanggal 31 Desember 1995. Pada acara tersebut penulis di daulat untuk memberikan santapan rohani. Kemudian teman-teman menganjurkan agar materi ceramah tersebut dikembangkan dan dijadikan sebuah buku. Sejak Januari 1996 penulis mulai mengumpulkan bahan-bahan dari buku-buku tasawuf. Ada keraguan dan kekhawatiran penulis mengenai materi yang disampaikan terutama mengenai masalah AL QUR’AN SEJATI, GURU SEJATI, KEMANUNGGALAN ( WASHLAT ) yang masih dianggap tabu.

Setelah berupa makalah, Mei 1998 mulai diberikan kepada kerabat dan teman-teman dekat. Perbaikan demi perbaikan sampai sekarang masih terus dilakukan. Walaupun makalah ini telah berulangkali mengalami perbaikan, namun masih terasa belum pas. Dalam hal ini bisa kita ibaratkan seperti layaknya seorang mahasiswa yang baru belajar menulis skripsi.

Mulai tahun 2001 banyak buku-buku bagus misalnya dari Karen Armstrong, tahun 2002 dari Abu sangkan dan Achmad Chodjim dan tahun 2005 buku-buku serial dari Agus Mustofa. Dengan adanya buku-buku yang dikemas secara ilmiah dari para penulis tersebut, maka keraguan dan kekhawatiran penulispun menjadi sirna.

Tulisan ini hanya sekadar bahan renungan, khususnya bagi penulis sendiri, dalam rangka introspeksi di usia yang tersisa ini … dan … sebagai bahan untuk bertanya lebih lanjut kepada ahlinya … Oleh karena itu, penulis masih sangat mengharapkan saran dan nasehat, terutama dari para sesepuh serta dari siapapun yang pernah membaca tulisan ini.

Bagi yang berminat, semoga tulisan ini bisa dijadikan bahan kajian untuk digali dan dikembangkan, sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, sehingga suatu saat nanti bisa menjadi sebuah buku yang dapat dipertanggungjawabkan di tingkat akademis.

Ada beberapa hal yang mungkin bisa dikaji, digali dan dikembangkan dari tulisan ini : Yang pertama adalah apakah benar ajaran para sufi termasuk Al Ghazali, Jalaluddin Rumi dan lain-lainnya menyimpang dari ajaran Islam ??? Ajaran para sufi yang betul-betul sufi bukan sufi palsu itu justru muncul pada saat terjadi kemerosotan moral bangsa Arab setelah Rosululloh dan para sahabat wafat, pada periode kepemimpinan bani Umayah, kemudian diperparah oleh bani Abas. Yang kedua tentang alasan mengapa Surat Al Fatihah disebut sebagai umul Qur’an, diringkas jadi basmallah dan akhirnya menjadi lafad Allah. Yang ketiga dalam rangka mencari dan mengenal Allah terjadi hal yang paradoksal, Allah yang transenden, yang tidak terjangkau oleh akal dan Allah yang imanen yang berada ada di dalam diri kita. Yang keempat, untuk mencapai puncak spiritual ternyata tidak ada jalan lain kecuali melalui dzikrullah… Apakah dzikrullah itu penjabaran, penerapan dan penghayatan dari rukun Islam yang pertama ataukah bid’ah dari para sufi??? Sampai sejauh mana kedasyatan dzikir terhadap perkembangan potensi seseorang??? Tuhan memberi manusia mata, telinga, hati dan ruh. Hati dalam hal ini bukan hati organ bagian dalam dari tubuh manusia. Hati yang dimaksud adalah qolbu yang tidak kita ketahui tempatnya dimana. Oleh karena itu muncul pertanyaan, mengimani keberadaan Tuhan itu apakah dengan otak melalui mata dan telinga ataukah dengan hati dan ruh ??? Apakah yang berkomunikasi dengan Tuhan itu jasmaninya ataukah ruhaninya??? Kenapa kita harus bertengkar tentang kebenaran otak dan hati ??? Seberapa besar ego kita, seberapa besar arogansi kita dan seberapa besar toleransi kita terhadap umat yang berbeda keyakinan ??? Apakah benar bahwa perbedaan pendapat itu adalah hikmah??? Apakah keyakinan keberagamaan seseorang itu harus dipaksakan ??? Apakah semua agama mengajarkan tentang firah manusia ??? Kenapa hanya mata, telinga dan hati yang dituntut tanggung jawabnya, sedangkan ruh tidak ??? Apakah ajaran para sufi itu tahayul ataukah untuk mendapatkan kepastian dan keyakinan berketuhanan??? Selanjutnya yang harus kita sadari adalah bahwa keberagamaan itu berjenjang, dari alam nyata ke alam ghoib, dari tata cara syariat ke tingkat hakikat dan makrifat, dari alam lahiriyah ke alam bathiniah, karena Allah adalah Al Bathin. Pada akhirnya ternyata penglihatan atas Tuhan hanya bisa melalui mata hati. Harus bisa mati sebelum mati, agar kesadaran ruhnya bangkit … Itulah essensi keberagamaan bagi mereka yang mau berpikir… Bagi mereka yang ingin mencapai makripat… Jangan mandeg di alam lahiriyah ...

Semoga bahan renungan ini bisa membuka wawasan serta bisa bermanfaat khususnya bagi para kerabat, handai tolan serta sesama umat lainnya.

Atas segala saran dan nasehatnya, tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih, terutama bagi kedua orang tua penulis, almarhum ayahanda Mulhari dan almarhumah ibunda Siti Khotimah, semoga jerih payah beliau serta para sesepuh dan para pembimbing ruhani lainnya, baik yang masih ada maupun yang sudah tiada, mendapat pahala dari Allah SWT… antara lain alm. Abah Widjayaperwata yang mengajarkan makna hakikinya wudu dan sholat, alm. Uwa Mulhari, yang mengajarkan arti kejujuran, alm. Bapak H. Permana Sastrarogawa sesepuh pengajian Tawakal ketika masih di Rawa Bambu sebelum pindah ke Pasar Minggu. Alm. Bapak Dedi mantan Pimpinan Redaksi Berita Minggu di Grogol Jakarta yang mengajarkan meditasi secara sistematis. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada alm. Kang Iwan S. SE dan seluruh keluarganya di Bogor. Beliau tidak mau secara formal dipanggil guru, suasananya sangat santai penuh rasa kekeluargaan. Kami memanggil beliau dengan sebutan Kang Bos. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada segenap keluarga Kang H. Edi H. Ir dan Momom ( Hj Nana ) pemilik Hotel Selabintana di Sukabumi sebagai tempat kami menimba ilmu dari Kang Bos Iwan. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Wiriaatmadja terutama Kang Yus Wiriaatmadja SE. Terima kasih untuk ibu Hj. Iroh dan ibu Hj Nenden di Ciwidey. Terima kasih kepada alm. Bapak Subakir di Susukan lebak Cirebon, alm. Bapa Nazamuddin serta H. Ayat Suhayat dan mang Jana pedagang empal gentong di Cirebon. Ibu Hj. Onah dan Aleh di Sumber. Terima kasih penulis sampaikan bagi segenap keluarga Oom Sun di Bandung. Oom Sun juga orangnya sangat santai dan sederhana, beliaupun tidak mau dipanggil guru. Kepada sdr Ivan yang mempertemukan saya dengan Oom Sun. Juga terima kasih kepada bapak Prof. DR. H. Dedi Djubaedi, M.Ag Rektor IAIN Ambon yang memberikan dorongan moril bagi penulis serta Prof. DR. H. Sumanta, M.Ag dosen Pasca Sarjana STAIN Cirebon yang berkenan menyempurnakan tulisan ini serta memberikan kata pengantarnya serta kepada Sdr. Tuhrojin S.Ag mahasiswa Program Pasca Sarjana di STAIN Cirebon, teman diskusi yang telah membantu menyusun dan mencarikan dasar-dasar hukumnya. Sebagai seorang khotib sdr Tuhrojin juga sering mensosialisasikan materi tulisan ini dalam ceramah-ceramahnya. Masyarakat awam mulai diajak berpikir cara sufi, mulai diajak berpikir tentang keberagamaan dari segi essensi dan substansinya. Masyarakat awam mulai diperkenalkan kepada Islam sebagai fitrah manusia, bukan sebagai budaya Arab. Memang harus kita sadari bahwa budaya Arab tidak identik dengan Islam sebagai fitrah yang universal bagi seluruh umat manusia di dunia . Kemudian dia juga yang mempertemukan penulis dengan Bapak Prof. DR. H. Sumanta. Tak lupa penulis sampaikan juga rasa terima kasih untuk Ibu Emawati Yunus SH yang telah membantu menyelesaikan Sertifikat Hak Cipta makalah ini bagi Penulis.

Kebenaran yang hakiki senantiasa datang dari Allah, sebagai insan penulis mohon maaf bila terdapat banyak kesalahan dalam penyampaian ...

So what gitu loh …???!!!

Cirebon, September 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar